Makam Raja-Raja Kotagede Yogyakarta

- Kamis, April 13, 2017

Makam Raja-Raja Kotagede Yogyakarta

 

Pada abad ke-8, wilayah Mataram (saat ini disebut Yogyakarta) adalah pusat Kerajaan Mataram Hindu yng menguasai seluruh Pulau Jawa. Kerajaan ini mempunyai kemakmuran serta peradaban yng luar biasa menjadikan bisa atau mampu membangun candi-candi kuno yang dengannya arsitektur yng megah, semisal Candi Prambanan serta Candi Borobudur. Akan tetapi pada abad ke-10, entah mengapa kerajaan yang telah di sebutkan mengalihkan pusat pemerintahannya ke wilayah Jawa Timur. Rakyatnya berbondong-bondong meninggalkan Mataram serta lambat laun wilayah ini kembali menjadi hutan lebat.
Enam abad lantas Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Kesultanan Pajang yng berpusat di Jawa Tengah. Sultan Hadiwijaya yng berkuasa era itu menghadiahkan Alas Mentaok (alas = hutan) yng luas kepada Ki Gede Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan musuh kerajaan. Ki Gede Pemanahan beserta keluarga serta pengikutnya lalu pindah ke Alas Mentaok, sebuah hutan yng sebetulnya adalah bekas Kerajaan Mataram Hindu dahulu.
Desa kecil yng didirikan Ki Gede Pemanahan di hutan itu mulai makmur. Sesudah Ki Gede Pemanahan wafat, beliau digantikan oleh putranya yng bergelar Senapati Ingalaga. Di bawah kepemimpinan Senapati yng bijaksana desa itu tumbuh menjadi kota yng makin ramai serta makmur, sampai-sampai disebut Kotagede (=kota besar). Senapati lalu membangun benteng dalam (cepuri) yng mengelilingi kraton serta benteng luar (baluwarti) yng mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini pula dilengkapi yang dengannya parit pertahanan yng lebar semisal sungai.
Sementara itu, di Kesultanan Pajang terlaksana perebutan takhta sesudah Sultan Hadiwijaya wafat. Putra mahkota yng bernama Pangeran Benawa disingkirkan oleh Arya Pangiri. Pangeran Benawa lalu meminta bantuan Senapati lantaran pemerintahan Arya Pangiri dinilai tak adil serta merugikan rakyat Pajang. Perang pun terlaksana. Arya Pangiri sukses ditaklukkan akan tetapi nyawanya diampuni oleh Senapati. Pangeran Benawa lalu memberikan takhta Pajang kepada Senapati akan tetapi ditolak yang dengannya halus. Setahun lantas Pangeran Benawa wafat akan tetapi ia pernah sempet berpesan agar Pajang dipimpin oleh Senapati. Sejak itu Senapati menjadi raja pertama Mataram Islam bergelar Panembahan. Beliau tak mau memakai gelar Sultan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya serta Pangeran Benawa. Istana pemerintahannya terdapat atau terletak di Kotagede.
Selanjutnya Panembahan Senapati memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam sampai-sampai ke Pati, Madiun, Kediri, serta Pasuruan. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 serta dimakamkan di Kotagede berdekatan yang dengannya makam ayahnya. Kerajaan Mataram Islam lantas menguasai hampir seluruh Pulau Jawa (kecuali Banten serta Batavia) serta mencapai puncak kejayaannya di bawah pimpinan raja ke-3, yakni Sultan Agung (cucu Panembahan Senapati). Pada tahun 1613, Sultan Agung mengalihkan pusat kerajaan ke Karta (dekat Plered) serta berakhirlah era Kotagede menjdai pusat kerajaan Mataram Islam.
Peninggalan Sejarah Dalam perkembangan selanjutnya Kotagede tetap ramai walaupun telah tak lagi menjadi ibukota kerajaan. Banyak sekali peninggalan sejarah semisal makam para pendiri kerajaan, Masjid Kotagede, rumah-rumah tradisional yang dengannya arsitektur Jawa yng khas, toponim perkampungan yng masih mempergunakan tata kota jaman dahulu, sampai-sampai reruntuhan benteng mampu didapati di Kotagede.
Pasar Kotagede Tata kota kerajaan Jawa umumnya menempatkan kraton, alun-alun serta pasar dalam poros selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yng ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14) menyebutkan bahwasanya pola ini telah dipakai pada masa itu. Pasar tradisional yng telah ada sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif sampai-sampai kini. Setiap pagi legi dalam kalender Jawa, pedagang, pembeli, serta barang dagangan tumpah ruah di pasar ini. Bangunannya memanglah telah direhabilitasi, akan tetapi posisinya tak berganti. Bila ingin berkelana di Kotagede, Kamu mampu memulainya dari pasar ini lalu berjalan kaki ke arah selatan menuju makam, reruntuhan benteng dalam, serta beringin kurung.
Kompleks Makam Pendiri Kerajaan Berjalan 100 meter ke arah selatan dari Pasar Kotagede, kita akan menemukan kompleks makam para pendiri kerajaan Mataram Islam yng dikelilingi tembok yng tinggi serta kokoh. Gapura ke kompleks makam ini mempunyai tanda arsitektur Hindu. Setiap gapura mempunyai pintu kayu yng tebal serta dihiasi ukiran yng indah. Beberapa abdi dalem berbusana norma Jawa melindungi kompleks ini 24 jam sehari.
Kita akan melewati 3 gapura sebelum hingga ke gapura yang terakhir yng menuju bangunan makam. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk masuk ke dalam makam, kita Perlu mengenakan busana norma Jawa (mampu disewa di sana). Pengunjung cuma diperbolehkan masuk ke dalam makam pada Hari Minggu, Senin, Kamis, serta Jumat pukul 08.00 - 16.00. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk melindungi kehormatan para pendiri Kerajaan Mataram yng dimakamkan di sini, pengunjung dilarang memotret / membawa kamera serta mengenakan perhiasan emas di dalam bangunan makam. Tokoh-tokoh penting yng dimakamkan di sini meliputi: Sultan Hadiwiijaya, Ki Gede Pemanahan, Panembahan Senopati, serta keluarganya.
Masjid Kotagede Berkelana ke Kotagede tak akan lengkap andai tak berkunjung ke Masjid Kotagede, masjid tertua di Yogyakarta yng masih berada di kompleks makam. Sesudah itu tidak ada salahnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk berjalan kaki menyusuri lorong sempit di balik tembok yng mengelilingi kompleks makam bagi atau bisa juga dikatakan untuk melihat arsitekturnya secara utuh serta ke hidup-an sehari-hari masyarakat Kotagede.
Rumah Tradisional Persis di seberang jalan dari depan kompleks makam, kita mampu melihat sebuah rumah tradisional Jawa. Akan tetapi bila mau berjalan 50 meter ke arah selatan, kita akan melihat sebuah gapura tembok yang dengannya rongga yng rendah serta plakat yng yng bertuliskan "cagar budaya". Masuklah ke dalam, di sana Kamu akan melihat rumah-rumah tradisional Kotagede yng masih terawat baik serta benar-benar berfungsi menjdai rumah tinggal.
Kedhaton Berjalan ke selatan tidak banyak lagi, Kamu akan melihat 3 Pohon Beringin berada tepat di tengah jalan. Di tengahnya ada bangunan kecil yng menyimpan "watu gilang", sebuah batu hitam berbentuk bujur sangkar yng permukaannya terdapat goresan pena yng disusun membentuk lingkaran: ITA MOVENTUR MUNDU S - AINSI VA LE MONDE - Z00 GAAT DE WERELD - COSI VAN IL MONDO. Di luar lingkaran itu terdapat goresan pena AD ATERN AM MEMORIAM INFELICS - IN FORTUNA CONSOERTES DIGNI VALETE QUIDSTPERIS INSANI VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMNITE VOS CONSTEMTU - IGM (In Glorium Maximam). Entah apa maksudnya, siapa tau Kamu mampu mengartikannya bagi atau bisa juga dikatakan untuk kami?
Dalam bangunan itu pula terdapat "watu cantheng", tiga bola yng terbuat dari batu berwarna kekuning-kuningan. Masyarakat setempat menduga bahwasanya "bola" batu itu merupakan mainan putra Panembahan Senapati. Akan tetapi tak tertutup mungkin bahwasanya benda itu sebetulnya adalah peluru meriam kuno.
Reruntuhan Benteng Panembahan Senopati membangun benteng dalam (cepuri) lengkap yang dengannya parit pertahanan di sekitar kraton, luasnya kira-kira 400 x 400 meter. Reruntuhan benteng yng asli masih mampu dilihat di pojok barat daya serta tenggara. Temboknya setebal 4 kaki terbuat dari balok batu berukuran besar. Sedangkan sisa parit pertahanan mampu dilihat di sisi timur, selatan, serta barat.
Berjalan-jalan menyusuri Kotagede akan memperkaya wawasan sejarah terkait Kerajaan Mataram Islam yng pernah berjaya di Pulau Jawa. Selain itu, Kamu pula mampu melihat dari dekat ke hidup-an masyarakat yng ratusan tahun silam berada di dalam benteng kokoh.
Berbeda yang dengannya daerah wisata lain, penduduk setempat mempunyai keramahan khas Jawa, santun, serta tak terlalu komersil. Di Kotagede, Kamu takkan diganggu pedagang asongan yng suka memaksakan (hawkers). Ini memanglah tidak banyak mengejutkan, ataupun lebih tepatnya menyenangkan. Siapa pula yng butuh pedagang asongan yng suka memaksakan?

Source Article and Picture : www.kulinerwisata.com

Seputar Makam Raja-Raja Kotagede Yogyakarta

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Makam Raja-Raja Kotagede Yogyakarta